Siapa yang tak murka, demi mengetahui bahwa selama kurang lebih 1,5 tahun “dikerangkeng” di Wisma Yaso, Bung Karno, mantan Presiden Republik Indonesia, tokoh pemersatu dan proklamator bangsa, ternyata hanya diserahkan perawatannya secara penuh kepada dr Soeroyo. Siapakah dokter Soeroyo? Dia bukanlah dokter spesialis, melainkan dokter hewan!
Ia masuk-keluar Wisma Yaso dengan perawat-perawat yang tidak jelas didatangkan dari mana. Bahkan obat-obatan yang dicekokkan ke Bung Karno pun sama sekali tidak tepat. Ia hanya memberinya duvadilin (mencegah kontraksi ginjal), metadone (penghilang rasa sakit), royal jeli, suntikan vitamin B1 dan B12, serta testoteron. Selain itu, Sukarno tiap malam juga minum valium.
Tiap malam minum valium selama tahunan, tentu saja membuat tidurnya tak lagi terkontrol. Akibatnya Sukarno mulai sering merasakan pusing. Setiap itu pula, perawat memberinya obat pengurang rasa sakit, novalgin.
Perawatan yang sembrono juga sering terjadi, ketika Bung Karno terbangun tengah malam dan muntah darah, dokter Soeroyo hanya memberinya vitamin. Sementara, dokter Mahar Mardjono yang disebut-sebut sebagai ketua tim, sama sekali tidak pernah hadir ke Wisma Yaso. Itu semua terungkap dalam dokumen yang lebih 27 tahun tersimpan oleh Siti Khadijah, yang tak lain adalah istri dokter Soeroyo. Benar adanya, bahwa sejarah pada akhirnya akan mengalir menemukan jalan kebenarannya sendiri. Benar pula, bahwa ada kecenderungan yang seolah tersusun rapi, tentang “pembunuhan” terhadap Sukarno.
Tidak banyak cerita, tanggal 21 Juni 1970, pukul 07.00 WIB, Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya. Adalah dr Mahar Mardjono, satu-satunya orang yang menyaksikan “kepergian” Putra Sang Fajar. Keterangan yang ia kemukakan, “Pada hari Minggu, 21 Juni 1970, pukul 04.00 pagi, Bung Karno dalam keadaan koma. Saya dan dokter Sukaman terus berada di sampingnya. Menjelang pukul 07.00 pagi, dr Sukaman sebentar meninggalkan ruangan rawat. Saya sendiri berada di ruang rawat bersama Bung Karno. Bung Karno berbaring setengah duduk, tiba-tiba beliau membuka mata sedikit, memegang tangan saya, dan sesaat kemudian Bung Karno menghembuskan nafas yang terakhir.”
Tak lama berselang, keluarlah komunike medis:
- Pada hari Sabtu tangal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Sukarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir Sukarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir Sukarno meninggal dunia.
- Team dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir Sukarno hingga saat meninggalnya.
Komunike itu ditandatangai Ketua Prof Dr Mahar Mardjono, dan Wakil Ketua Meyjan Dr (TNI-AD) Rubiono Kertopati.
Sementara itu, Syamsu Hadi suami dari Ratna Juami, anak angkat Bung Karno dan Inggit Ganarsih yang melihat jenazah Bung Karno melukiskan dengan baik, “Wajah almarhum begitu tenang. Seperti orang tidur saja nampaknya. Mata tertutup baik. Alis tebal tidak berubah, sama seperti dulu.” (roso daras)
Sementara itu, Syamsu Hadi suami dari Ratna Juami, anak angkat Bung Karno dan Inggit Ganarsih yang melihat jenazah Bung Karno melukiskan dengan baik, “Wajah almarhum begitu tenang. Seperti orang tidur saja nampaknya. Mata tertutup baik. Alis tebal tidak berubah, sama seperti dulu.” (roso daras)
0 komentar:
Posting Komentar