Senin, 06 Agustus 2012

Djoko Susilo, Naik Tahta Cepat, Turun Sekejap

Komhukum (Jakarta) - Irjen Pol Djoko Susilo adalah lulusan Akademi Militer 1984 yang pertama mendapatkan pangkat Brigjen dan Irjen dibandingkan teman seangkatannya. Usianya belum 50 tahun dan karirnya melesat cepat memegang posisi elit sebagai Gubernur Akpol.

Djoko adalah mantan Kapolres Jakarta Utara. Pernah heboh sesaat ketika dia bangun kantor Polres tanpa pakai uang APBN. Djoko juga mantan Dirlantas Polda Metro Jaya.

Djoko membangun kantor Dirlantas dan mengganti kendaraan dinas tanpa menggunakan dana APBN. Djoko juga membangun Trafick Managemen Centre Polda Metro, gedung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro.

Karirnya lama di Dirlantas. Dari Dirlantas Polda Metro, Djoko dipromosikan langsung menjadi Dirlantas Polri dengan pangkat Brigjen. Prestasinya luar biasa. Djoko adalah perintis TMC Polda Metro dan pemasangan CCTV di seluruh pusat kota Jakarta. Djoko memang istimewa, pernah mendapat beberapa penghargaan dari Presiden SBY.

Djoko sebelumnya dikenal sebagai anak emas Kapolri lama, Bambang H. Danuri (BHD). Selain anak emas mantan Kapolri BHD, Djoko juga sangat dekat dengan Wakapolri Nanan Sukarna. Saat di bulan-bulan terakhir BHD menjabat Kapolri, Ditlantas Mabes Polri dinaikkan levelnya menjadi Korp Lantas Polri. Saat itu posisi Direktur Lantas Mabes Polri dijabat Djoko dengan pangkat Brigjen setelah sebelumnya Djoko menjabat sebagai Wakil Direktur Lantas Mabes Polri dengan pangkat Kombes.

Sebelumnya, Djoko menjabat Direktur Lantas Polda Metro mengikuti Sespati bersama I Ketut Untung Yoga Ana dan Edward Aritonang. Usai menjalani Sespati dimana Djoko terpilih sebagai siswa terbaik, ia dipromosikan sebagai Wadirlantas Mabes Polri. Beberapa bulan menjabat, Djoko langsung naik sebagai Dirlantas Polri dengan pangkat Bintang 1. Djoko yang menggagas Polisi Masyarakat (Polmas) oleh Kapolri BHD dinaikkan pangkatnya menjadi Bintang 2 (Irjen) seiring dengan naiknya level Ditlantas Polri itu menjadi Korlantas Polri.

Dengan posisi terakhir sebagai Gubernur Akpol, usia pensiun masih 8 tahun lagi, posisi Wakapolri atau minimal Bintang 3 pasti mudah diraih. Meskipun mustahil bisa mendapatkan posisi puncak sebagai Kapolri, Irjen Pol Djoko pasti bisa menjadi salah satu jajaran pimpinan di Mabes Polri. Ia sulit jadi Kapolri karena belum pernah menduduki posisi Kapolda type A. Hal ini juga pernah dialami Komjen Imam Sujarwo yang dulu gagal jadi Kapolri karena sebab yang sama.

Sejak awal Kapolri Timur Pradopo tidak suka dengan Djoko yang dinilainya sangat mengakar kuat di kalangan jajaran Lalulintas Polri. Djoko Susilo dikenal sebagai orangnya Wakapolri, Nanan Sukarna, karena Djoko merupakan motor utama dalam tim sukses Nanan Sukarna. Djoko menggalang dukungan khususnya di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dan elemen lain di kepolisian, DPR, Pers, dan LSM.

Djoko bersama Wakapolda Bali, I Ketut Untung Yoga Ana, dan Kapolda Jateng Edward Aritonang (sudah pensiun) dikenal sebagai 3 Serangkainya Nanan Sukarna. Solidaritas mereka bertambah kuat saat ketiganya menjalani pendidikan Sespati (Sekolah Staf Perwira Tinggi) 4 tahun lalu. Djoko juga dikenal dekat di kalangan wartawan, khususnya di kalangan pers yang biasa meliput bidang hukum dan kriminal. Karena selain Djoko murah hati, juga sangat frendly di kalangan pekerja Pers.

Kedekatan Djoko dengan Wartawan sudah sudah dilakukan sejak dirinya menjabat sebagai Kabag Regident Ditlantas Polda Metro dengan pangkat AKBP, kemudian menjadi Kapolrestro Bekasi, Kapolres Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro, Wadirlantas Mabes Polri, Dirlantas Mabes Polri hingga Kakorlantas Polri dengan pangkat Bintang 2.

Saat Djoko menjabat Gubernur Akpol, cukup banyak wartawan di Jakarta yang menyambanginya ke Semarang. Djoko tidak pernah selektif dalam menjalin pertemanan dengan wartawan dan selalu diterima hangat oleh Djoko dengan tangan terbuka. Dengan status tersangka oleh KPK , merupakan pukulan bagi wartawan yang menjalin hubungan baik dengan Djoko.

Djoko juga dikenal sebagai Perwira Polisi pembangun. Sejak menjabat Kapolres Kota Bekasi dan Kapolres Jakarta Utara, Djoko yang membangun gedung Polres sehingga terlihat megah. Ketika Djoko menjabat Direkktur Lalu Lintas Polda Metro selama 4 tahun, Djoko yang membangun gedung Direktorat Lalu Lintas begitu gagah dan megah, kemudian disebut sebagai Gedung Biru.

Salah satu kesuksesan Djoko saat menjabat Wadirlantas dan Dirlantas Mabes Polri saat Djoko mengamankan kepentingan tugas dan wewenang Polri ketika RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) yang digodok di DPR pada Januari hingga Mei 2009. Saat itu dalam Draft RUU LLAJ yang diajukan Kementerian Perhubungan, disebutkan dalam salah satu pasalnya hendak mengambil alih proses penerbitan SIM, STNK dan BPKB menjadi salah satu tugas dan wewenang Kementerian Perhubungan.

Tentu saja Polri menjerit dengan salah satu pasal dalam draft RUU itu. Sebab dalam hal SIM, STNK, BPKB, Polri mendapat pasokan “darah segar” dalam operasionalnya termasuk menggemukkan pundi-pundi kekayaan para petinggi Polri. Sebagai informasi, uang “suap” dan pungli yang diperoleh dari SIM, STNK, BPKB, Mutasi, Balik Nama, pesanan nopol cantik, nopol khusus dan nopol blank (bebas pajak) dan cek fisik, khusus di Polda Metro saja menerima sekitar Rp. 2 milyar setiap harinya. Coba hitung 33 Direktorat Lalu Lintas Polda di seluruh Indonesia.

Tim khususpun dibentuk Polri, yang dipimpin oleh Djoko sebagai Direktur Lalu Lintas Mabes Polri untuk menggagalkan rencana Kementerian Perhubungan pada saat itu. Djoko dibantu Edward Aritonang yang saat itu menjabat Kepala Divisi Humas Mabes Polri, dan I Ketut Untung Yoga Ana sebagai Kabag Penerangan Umum Mabes Polri. Berbagai upaya pun dilakukan termasuk melobby anggota DPR khususnya jajaran Komisi III yang membawahi kepolisian dan Komisi V yang membawahi perhubungan.

Djoko berhasil menggagalkan keinginan Kemenhub pada saat itu. RUU LLAJ disahkan pada minggu keempat Mei 2009 dimana Polri tetap memegang wewenang tanpa berubah sedikitapun. Polri tetap memiliki wewenang menerbitkan SIM, STNK dan BPKB maupun wewenang lain terkait lalu lintas itu. Saat sedang ramai-ramainya RUU LLAJ itu, di saat yang bersamaan, mencuat kasus pembunuhan Direktur PT. RNI, Nazarudin Zulkarnaen, yang tewas ditembak di Tanggerang.

Ketua KPK Antasari Azhar yang saat itu sedang getol-getolnya menyadap hubungan HP para petinggi Polri akhirnya diseret ke penjara karena menjadi tersangka utama pembunuhnya. Mungkin saja kalau pada saat itu Antasari Azhar tetap sebagai Ketua KPK, akan banyak petinggi Polri dan anggota DPR yang ditangkapinya karena terlibat transaksi jor-joran dalam proses tarik ulur RUU LLAJ itu.

Selanjutnya, ketika Djoko menjadi Korlantas dan Timur menjabat Kapolda Metro Jaya, benih-benih ketidak sukaan Timur kepada petinggi-petinggi jajaran Lalu Lintas Polri terlihat ketika pengganti Djoko sebagai Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Kombes Condro Kirono digantikan Kombes Royke Lumowa.

Nanan-Djoko-Condro sebenarnya sudah punya calonnya sendiri sebagai penggantinya Condro sebagai Dirlantas Polda Metro Jaya tapi yang muncul justru Royke Lumowa yang diduga kuat sebagai orang titipan Cikeas, karena isterinya Royke adalah dokter tentara dari Kowad yang merupakan salah satu anggota tim kedokterannya Ibu Ani Yudhoyono.

Timur juga menjadi tidak suka kepada Djoko, karena mau menerima kenaikan pangkat Bintang 2 dari Kapolri BHD. Sebelumnya Timur sudah meminta Djoko agar mau menjadi Staf Ahlinya (Sahli) kalau dirinya menjabat Kapolri nantinya. Tapi Djoko berpikir lain, kesempatan harus diambil dan Djoko tahu yang paling bagus potensinya menjadi Kapolri nantinya adalah Nanan. Tapi dugaan Djoko meleset, justru Timur yang menjadi Kapolri.

Demi menjaga “kebersihannya” di mata Cikeas, dan karena muncul benih ketidaksukaannya kepada Djoko, makanya Timur diketahui paling pantang menerima upeti dari jajaran Lalu Lintas yang dipimpin Djoko. Persoalan juga muncul saat Djoko menolak sistem Inafis dimasukkan sebagai program terpadu dalam proses pengambilan identitas bagi peserta SIM. “Program alat simulator pada proses pengambilan SIM harus jalan terus. Program Inafis silakan dilakukan sendiri oleh reserse (Bareskrim). Janganlah program identitifikasi pada Inafis dicampur baurkan dengan SIM,” begitu kira-kira dalih Djoko saat menolak dipadukannya program Inafis itu ke SIM.

Kala itu Djoko sedang perlu dana untuk membangun Nasional Traffic Management Center (NTMC) Korlantas Polri di samping TMC Polda Metro Jaya yang dibangun pula oleh Djoko. Saat itulah kekesalan Timur terhadap Djoko semakin menjadi. Tetapi gaya “Majapahit” tetap berlaku. Walaupun tidak afdol kepada Djoko tapi Timur tetap “merestui” Djoko menduduki jabatan Gubernur Akpol yang dilantiknya pada 2 Maret 2012. Apakah ini jebakan?

Perseteruan kembali menghangat karena Kapolri Timur Pradopo sudah harus pensiun pada 10 Januari 2013 disaat umurnya 57 tahun. Siapakah penggantinya? SBY berharap penggantinya Timur adalah orang muda yang berprestasi gemilang, cerdas, santun, rendah hati, dan yang utama adalah  selain dapat mengamankan Pemilu 2014 juga dapat mengendalikan Polri setelah SBY lengser.

Siapakah mereka? Pilihan hanya ada pada orang, Kapolda Jawa Barat Irjen Putut Bayu Eko Seno yang disukai Timur, dan Djoko perwira andalannya Nanan Sukarna. Sama-sama Akpol angkatan 1984 dan sama-sama lahir 1961. Keduanya baru pensiun dari Polri pada 2018, 4 tahun setelah Pemilu 2014 atau setahun jelang Pemilu 2019. Djoko sangat memenuhi kriteria tapi Djoko belum pernah pegang komando wilayah setingkat Polda Tipe A. Djoko harus menjadi Kapolda dulu baru selanjutnya layak mendapat Bintang 3 sehingga tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri.

Timur yang hanya dalam hitungan 5 bulan ke depan sudah masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) “tidak terima” kalau pengganti sementaranya Nanan Sukarna. Sebab Nanan pasti akan memuluskan menjadikan Djoko sebagai Kapolri. Timur tahu tentang kasus Simulator SIM, dan menolak mentah-mentah upeti yang disodorkan Djoko. Timur tahu soal pemukulan terhadap Bambang Sukotjo . Timur tahu Sukotjo dijebloskan ke penjara lewat pengadilan Bandung Jawa Barat. Timur juga tahu upaya naik banding Sukotjo berbuah kenaikan jumlah hukuman yang diterima Sukotjo.

Djoko yang sudah masuk "Jebakan" saat ini harus menerima dampaknya. Inilah karir Irjen Pol Djoko Susilo di kepolisian berikut dengan gebrakan-gebarakannya dalam membangun Polri beserta beberapa penghargaan yang pernah diterimanya :
Karir Irjen Pol Djoko Susilo :

  • Pama PD, Polda Jateng.
  • Pamapta, Porles Purbalingga.
  • Kapolsek Wonoreja.
  • Kapolres Cilacap.
  • Kapolrestro Bekasi.
  • Kapolres Jakarta Utara.
  • Kabag Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya.
  • Dirlantas Polda Metro Jaya.
  • Wadirlantas Polri.
  • Dirlantas Polri.
  • Kakorlantas Polri.
  • Gubernur Akademi kepolisian (Akpol)

Gebrakan dan Prestasi yang dilakukan Irjen Pol Djoko Susilo :

  • Meraih pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi dalam usia yang belum genap 50 tahun.
  • Siswa terbaik Sespati (Sekolah pejabat Tinggi) Polri tahun 2004.
  • Penggagas Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya dan secara nasional menjadi NTMC (National Traffic Managament Center) dengan memasang ratusan kamera pengawas CCTV diseluruh pelosok tanah air.
  • Membangun Gedung mewah Polres Jakarta Utara tanpa uang APBN dan Polri.
  • Membangun gedung Lantas Polda Metro dan Gedung utama Polda Metro.
  • Membangun gedung TMC Polda Metro jaya dan Samsat.
  • Pengadaan puluhan mobil dan motor lantas juga tanpa uang negara.
  • Menggagalkan disahkan RUU LLAJ yang salah satu pasalnya Kementrian Perhubungan akan mengambil alih pembuatan SIM,STNK,BPKB dan seluruh surat-surat menyangkut kendaraan bermotor dengan mengadakan lobi kuat dengan DPR terutama Komisiyang menjadi mitra Kerja POlri dan Komisi 5 yang menjadi mitra Kemenhub.

Penghargaan dari Presiden RI :

  • Pelopor Inovasi Citra pelayanan Prima I , 2006
  • Pelopor Inovasi Citra Pelayanan Prima II, 2008  (K-4/Acil)

0 komentar:

Posting Komentar